Turuk Laggai : Harmoni Alam Dalam Sebuah Tarian



Hari itu suasana Taman Budaya Sumbar sangat berbeda dengan hari lainnya, karena dari dalam teatear tertutup Taman Budaya Sumbar terdengar hentakan-hentakan kaki berirama diiringi suara gendang dan sebuah nyanyian yang lebih mirip dengan suara canda hidupan liar di Siberut. Dalam teater terlihat ramai oleh pengunjung yang hampir memenuhi semua kursi yang ada, di atas panggung terlihat tiga orang laki-laki penari yang memakai pakaian tradisional Mentawai (kabit) dengan aksesoris berupa manik-manik dan dedaunan yang dipasangkan dilengan dan kepala. Hentakan berasal dari kaki tiga laki-laki penari yang diiringi suara gajeuma’ (gendang khas Mentawai yang terbuat dari pohon aren dan kulit ular) yang ditabuh oleh tiga orang laki-laki lain.

Gerakan tari sangat unik, terlihat dua orang penari berjongkok sambil menggerakan tangan dengan lincah sambil mengeluarkan pekikan binatang, sedangkan satu orang lagi berputar-putar sambil merentangkan tangan dan menghentakkan kaki menghasilkan sebuah irama, kemudian terlihat seperti menukik sambil mengibaskan dedaunan diujung jarinya kearah dua penari lain. Itu adalah Turuk Laggai sebuah tarian tradisional Masyarakat Mentawai dengan gerak (uliat) elang (manyang) yang memberi makan dua ekor anaknya yang masih kecil.

Semua gerakan dalam Turuk Laggai diilhami oleh kehidupan di alam terutama gerakan hidupan liar di alam bebas, hal ini menandakan masyarakat Mentawai terutama Siberut sangat berhubungan erat dengan alam. Tarian ini dibawakan oleh tiga orang Sikerei (dukun pengobatan) dari Simatalu – salah satu desa dipelosok Pulau Siberut - dalam acara Festival Budaya Siberut yang diadakan oleh Balai TN. Siberut bersama Yayasan Citra Mandiri Mentawai dan Taman Budaya Sumatera Barat.